Archive for Uncategorized

Akhirnya Wanita Itu Menikah…

Beberapa hari lalu,saya melihat pria itu sedang nongkrong bersama teman-teman kampretnya semasa SMA. Fahmi, salah satu dari mereka tiba-tiba berkata.

“tadi Dina dateng kerumah” katanya dengan wajah yang bangga.

Buat yang gak tahu siapa Dina itu, dia adalah kakak kelas Fahmi dan pria itu semasa SMA. Saat mereka baru selesai mengikut OSPEK (yang berakhir dengan tawuran massal dengan kakak kelas), Dina sudah menginjak bangku kelas 3.

“hah, ngapain Dina kerumahmu?” Tanya pria itu dengan terkejut.

Lalu tiba-tiba mimik muka si Fahmi berubah. Dia menjadi sedikit cemberut. Wajahnya yang jelek kini menjadi makin terkutuk. “Dina nikah boi…” sahutnya pelan. Fahmi tentu tak enak hati karena harus memberitahukan kabar itu pada sahabatnya.

Pria gondrong itu terkejut. Dina sendiri adalah kekasihnya semasa SMA.

“yang benar kau!” pria itu kaget, sedikit berteriak. Tak bisa dipungkiri rupanya, pria jelek itu masih kangen dengan Dina.

Akhirnya meluncurlah cerita dari bibir si Fahmi yang hitam gara-gara terlalu banyak menghembuskan asap nikotin itu. Ternyata si Dina telah mengadakan akad nikah pada tanggal 1 Maret lalu. Hanya saja, resepsi pernikahannya baru akan diadakan tanggal 25 April nanti.

Pria itu langsung terduduk lemas. Semangkok kolak di tangannya seperti enggan untuk disentuh. Tiba-tiba saja ingatannya melayang pada matriks waktu 6 tahun lalu, pada tahun 2003, dimana dia masih baru saja masuk ke SMA di pinggiran kota Jember.

Meski shock, pria tolol itu masih sanggup bercerita. Mau dengar ceritanya? Maka duduk manislah dan dengarkan ia bercerita…

***

Aku baru saja beberapa bulan duduk sebagai murid di SMA 1 Arjasa saat itu. Waktu itu aku asyik berbaur dengan para murid baru yang sama-sama senangnya karena akhirnya bisa memakai seragam putih abu-abu. Aih, masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan.

Saat itulah aku terkejut sewaktu ada 2 orang wanita masuk ke dalam kelasku, kelas 1.2. Satu orang dari wanita ini aku mengenalnya dengan baik. Dia Ifathul, salah seorang senior di Organisasi Pecinta Alam tempatku bernaung. Dia lebih pantas disebut sebagai lelaki yang terperangkap dalam tubuh wanita. Dia tomboy dan tangannya dipenuhi berbagai macam gelang ala anak pecinta alam. Dan kalau bicara,amboy, suaranya bisa mengalahkan orang Batak, keras bukan main.

Di sebelah Ifa, saat itu juga aku melihat bidadari. Aku tidak berlebihan…

Wanita itu bertubuh kecil, mungil. Dia memakai kerudung warna putih. Warna kulitnya putih, seputih batu pualam yang baru saja digosok. Hidungnya bangir kawan, lancip seperti paruh gagak. Alisnya adalah hal terindah yang ada pada wajahnya, tebal nan hitam, yang dengan setia meneduhi matanya yang kecil namun memancarkan seribu pesona. Dia begitu cantik. Sangat cantik.

Setelah bertanya pada Ifa, aku baru tahu namanya. Dina Safinah. Indah bukan?

Kenapa aku baru tahu kalau ada mahluk secantik ini diantara para penghuni organisasi Remas (Remaja Masjid)? Saat itu pula, aku bertekad untuk masuk Remas!

Namun ternyata, gunung lebih menarik bagiku ketimbang pelataran masjid yang teduh itu. Suara Jangkrik dan kodok yang bersautan membentuk harmoni juga terdengar lebih merdu daripada suara orang mengaji. Aku juga jauh lebih menikmati menatap matahari terbit di antara kabut rimba belantara ketimbang menatap matahari terbit disaat aku harus mengambil wudhu lalu sholat.

Singkat kata, aku tak jadi masuk Remas. Aku tetap memelihara gelang di tangan dan menjadi anggota pecinta alam. Hanya salamku yang aku titipkan pada Dina melalui Ifa.

Namun tahukah kau kawan? Kalau seorang gadis mengetahui ia cantik dan dikejar banyak pria, ia akan menjadi sedikit mengeluarkan aroma keangkuhan dan jual mahal. Salamku tak pernah ditanggapinya. Ifa pun juga dengan sadis selalu berkata

“Le, dia bisa cari pacar yang lebih ganteng, kaya, pintar. Buat apa juga dia menggubris salammu? Hahahaha!!!” dia berkata seperti itu dengan tawa yang menggema di penjuru gendang telingaku. Ingin rasanya aku menggendong Ifa lalu menceburkannya ke sungai Bedadung biar dia hanyut dan dimakan buaya putih.

Saat sang petualang menghadapi rintangan, ia tak akan pernah lari. Falsafah hidup itulah yang selalu aku pegang. Aku akan berusaha sampai dia benar-benar menolakku.

Saat aku pergi berkemah dengan teman-temanku, diantara dentingan gelas air surga yang mereka tenggak dengan nikmatnya, aku memikirkan oleh-oleh apa yang akan aku bawa buat Dina. Pagi harinya, saat semua teman-temanku sedang hangover di dalam tenda, aku pergi ke pusat perkebunan.

Di pusat perkebunan itu, di juallah beberapa varian teh hasil perkebunan itu. Jenisnya dan khasiatnya pun beragam. Mulai yang untuk menghaluskan kulit hingga untuk menambah gairah seks.

Aku memilih yang berkhasiat untuk menghaluskan kulit. Aku beli 2 bungkus besar. Untuk Dina, ya, untuk Dina seorang.

Esok harinya di sekolah, aku menunggu wanita berkerudung yang manisnya minta ampun itu. Pada saat bubaran sekolah, dia dengan sikapnya yang acuh seperti biasa melewati kelasku. Menoleh pun tak sudi ia.

Aku lalu berusaha mengumpulkan semangat. Diiringi oleh sorakan teman-teman sekelasku aku berlari mengejar Dina sambil membawa satu buah bungkusan berisi 2 bungkus teh berkhasiat itu.

“Din! Din!” aku berteriak keras hingga dilihat oleh para penghuni sekolahan.

Wanita angkuh itu hanya sedikit menoleh, lalu berjalan lagi! Semprul! Lalu aku berjalan di sampingnya. Aku berjalan kebelakang dengan wajahku menghadap dia yang juga sedang berjalan. Tak tahu pose itu? Aih, tak pernah liat film-film romantis ala Roy Marten tahun 80-an kau?

“Mau pulang Mbak?” tanyaku. Aku tak berani memanggil namanya tanpa embel-embel mbak. Dia terlalu berwibawa untuk kupanggil tanpa embel-embel mbak.

“iya, langsung pulang” jawabnya dengan wajah masih menghadap ke depan, menunduk dan mempercepat langkahnya.

“uhm, ini ada oleh-oleh buat Mbak Dina” kataku sambil menyerahkan bungkusan yang sedari tadi aku pegang di tangan kananku itu.

“apa ini dik?” dia bertanya dengan intonasi yang halus dan lembut. Itulah suara surga kawan.

Lalu aku bercerita panjang lebar soal kempingku di perkebunan teh Gunung Gambir, dan soal khasiat teh itu. Aku bercerita dengan semangat bagai seorang pendongeng yang diundang untuk bercerita dihadapan putri Raja. Sesekali dia tersenyum simpul, tanpa menampakkan giginya sedikit pun!

Tiba saatnya dia pulang, karena angkot yang dari tadi dia tunggu sudah datang. Duh gusti, ingin rasanya aku menimpuk kepala supir angkot itu dengan granat karena dia datang disaat aku belum puas memandang senyuman kakak kelas cantik itu.

Sebelum naik angkot dia menoleh padaku. Sambil memberikan senyumnya yang paling manis, dia berkata “terima kasih tehnya dik”. Saat itu pula, deretan gigi putihnya terpampang dengan indah di hadapanku.

Oh tuhan, saat itu mati pun aku rela…

***

Kejadian teh itu awal mula dari segalanya. Aku mulai dekat dengannya. kami sering ngobrol berbagai hal.

Kawan, tahukah kau, jumlah pria yang mendekatinya mungkin ada puluhan. Ada yang gantengnya naudubillah, ada yang kayanya minta ampun, ada yang alimnya gila-gilaan. Ada yang memberi Dina kerudung yang mahal. Ada pula yang membelikannya jam tangan yang juga mahal. Semua yang diberikan padanya adalah barang-barang mahal nan mewah.

Mana bisa aku membeli itu semua? Sedangkan untuk bisa naik gunung aku harus mengamen dan menjual botol-botol serta Koran bekas. Ganteng? Wajahku tak bisa diharapkan. Alim? Gimana membaca surat Al fathihah saja kadang aku lupa. Tapi aku punya cara sendiri untuk membuktikan bahwa aku tak kalah dengan pria-pria pemburu itu.

Saat aku mendaki Gunung Raung, aku dengan bodohnya menelusuri tiap jengkal puncaknya. Usaha menyabung nyawa itu tak lain hanya untuk bisa memetik bunga Edelweiss, bunga lambang cinta abadi itu.

Saat itu pertama dan terakhir kalinya aku mau memetik Edelweiss. Bunga itu aku petik hanya untuk gadis berkerudung yang selalu membelai rambutku disaat aku sedang suntuk.

Tahu apa katanya saat dia menerima bunga itu dan saat dia tahu bagaimana usahaku untuk mengambil seikat bunga itu?

“Aku gak peduli dengan barang-barang mahal yang mereka berikan. Bagiku seikat bunga ini adalah yang paling berarti. Makasih ya sayang” dia berkata itu dengan mengelus rambutku dan tak lupa memberikan senyumannya yang paling manis. Termanis di seluruh dunia…

Adalah Bande Alit yang menjadi tempat paling indah bagi kami. Saat itu ada diklat Paskibra. Dia datang sebagai senior, dan aku datang atas nama undangan dari Pecinta Alam. Buat yang tak tahu Bande Alit, itu adalah nama tempat. Lebih tepatnya Taman Nasional. Hutannya lebat dan jalannya pun rusak tak karuan. Namun Bande Alit mempunyai pantai yang luar biasa indahnya. Lelah menuju kesana pun terbayar dengan gemuruh debur ombak dan suasana yang tenang.

Di tengah malam, kami pergi ke pantai. Tak akan pernah aku lupa, saat itu bulan purnama. Langit pun hitam pekat. Tampak kontras dengan titik-titik bintang yang putih dan menyala terang. Indah sekali!

Kisah selanjutnya yang ada di pantai tak perlu lah aku ceritakan pada kalian. Tapi satu hal yang harus kalian tahu, aku tak berbuat macam-macam. Rasa sayangku tak mengizinkan hal itu…

***

Kalian tahu sifatku? Salah satu sifat dasarku adalah gampang bosan. Entahlah, beberapa orang bilang ini akibat dari kebiasaanku berpetualang dan tak bisa diam di satu tempat dalam kurun waktu yang lama.

Salah seorang sahabat pernah bilang

“Boi, kau tak ditakdirkan mencintai seseorang dalam kurun waktu yang lama. Kau itu petualang. Mungkin bagimu, yang lebih menyenangkan adalah disaat kau melakukan proses yang bernama PDKT. Kau anggap dia buruanmu mungkin. Setelah dapat? Bah! Beberapa minggu saja kau sudah bosan!” dia berkata dengan logat bataknya yang unik.

“ah yang benar? Tahu darimana kau?” aku ikut-ikutan berbicara dengan logat batak.

“Le, aku udah kenal kau beberapa tahun. Aku tahu sifatmu, dari yang buruk sampai yang jelek. Sudahlah, tak usah kau pacaran. Bikin wanitamu sakit hati! Mending kau berpetualang mumpung kau masih muda!” dia menasehatiku lagi.

Dan hal itu terjadi. Wanita yang kuanggap sempurna itu pun aku telantarkan. Aku terlalu sering naik gunung dan keluar masuk hutan. Entahlah, rasanya begitu senang aku hidup tanpa ikatan yang bernama pacaran.

Luar biasanya adalah, Dina selalu sabar, disaat aku menghilang pun. Namun aku yang kurang ajar. Disaat aku kangen dia, aku selalu datang padanya. Disaat dia kangen aku, aku tak pernah ada untuk dia.

Disaat aku butuh sifatnya yang keibuan, aku datang padanya. Tapi disaat dia butuh aku, aku selalu alpha…

Terakhir aku bertemu dia adalah waktu aku datang pada seminar skripsinya. Saat melihat aku, wajahnya tak bisa bohong. Dia senang sekali melihatku. Senyumnya adalah senyum paling ikhlas dari seorang kekasih yang pernah aku lihat.

Waktu dia lulus, aku menelponnya.

“Din, jangan nikah dulu ya… tunggu aku lulus, aku akan nikahin kamu” aku berkata seperti itu.

“iya, Dina gak akan nikah dulu. Dina maunya nikah cuma ama kamu…” dia menjawab seperti itu, dan aku sangat senang mendengar dia berkata seperti itu.

Kenyataannya? Aku terlalu sibuk backpacking. Aku terlampau benci dengan yang namanya ikatan. Tak pernah sekalipun aku menghubunginya. Terakhir aku menghubunginya adalah satu hari dimana malam itu hujan, di awal tahun 2008. Aku mengiriminya sebuah puisi, lewat sms. Sejak saat itu, aku tak pernah menghubunginya lagi.

Sampai aku dengar kabar dia sudah menikah, dan resepsinya akan diadakan dalam waktu dekat ini…

Rasanya? Entahlah, sukar dilukiskan. Menyesal? Ya, aku menyesal, karena selama ini sudah terlalu banyak menyia-nyiakan Dina. Dan aku rasa Dina pantas dapat pria yang lebih baik daripada aku.

Beberapa hari lalu, aku mendapat nomer hp-nya yang baru. Aku dapat nomernya dari Fahmi. Rupanya Dina memang sengaja mengganti nomernya.

Ini betul nomernya Dina? Aku kirim sms itu pada nomer yang baru aku dapat.

Selang beberapa menit, ada balasan dari nomer itu.

Ini betul nomernya XXX? Betul rupanya, dia Dina.

Saat itu aku baru selesai mandi, masih belum sempat balas sms itu. Beberapa menit kemudian, dia menelpon.

“Assalamualaikum” suara wanita diseberang sana menyapaku. Aku hapal suara itu. Suara Dina. Masih halus dan lembut seperti dulu. Masih suara yang sama dengan suara yang membuat aku selalu jatuh cinta padanya.

“Walaikum salam…” jawabku lirih.

Akhirnya kami ngobrol beberapa lama. Akhirnya seperti bisa aku duga, dia menanyakan kemana aku selama ini.

“kamu kemana aja kok ngilang? Gak ada kabar berita… kenapa gak pernah ngehubungi aku?” Dina bertanya dengan lirih, seakan mau menangis.

“…” aku Cuma bisa tertegun.

“maafin aku ya… aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. Aku terlalu egois. Aku masih terlalu benci dengan ikatan” akhirnya mulutku bisa mengeluarkan suara, meski pelan seperti berbisik.

“coba saja kamu gak pernah ngilang… maafin aku ya, gak bisa nikah ama kamu” dia berkata dengan suara yang sama pelannya. Ah, rupanya dia masih ingat dengan janji itu…

Akhirnya dia cerita semuanya. Ihwal pernikahannya, siapa suaminya, bagaimana sifat suaminya. Rupanya dia dijodohkan oleh salah seorang saudaranya. Umur Dina yang sudah waktunya menikah menjadi alasan kenapa dia harus menikah.

“suamimu baik?” aku bertanya padanya.

“baik… dia sabar” dia menjawab meski sedikit enggan.

“Semoga kamu bahagia ya. Maafin aku ya, aku terlalu egois. Maafin aku ya…” aku hanya bisa meminta maaf karena tak bisa menikahinya. Aku meminta maaf karena aku lupa dia 2 tahun lebih tua daripada aku. Dia adalah wanita yang harus cepat menikah. Sedangkan aku malah terlalu sering bersenang-senang.

“jangan bilang begitu. Aku jadi tambah sedih.” Terdengar isak sedih di ujung sana. Ah, apa dia lupa kalau aku tak sanggup melihat wanita menangis?

“Aku jadi inget pas kita di Bande Alit. Aku selalu ingat itu… puisimu juga masih aku simpan, karena aku senang ama puisi itu” dia sekali lagi berbisik lirih. Puisi yang kukirimkan lebih dari satu tahun lalu itu masih dia simpan dalam inboxnya. Arghhhh!! Kenapa aku baru sadar kalau dia sangat cinta aku?!

Setelah telpon ditutup, berakhir sudah hubungan ini. Dia adalah wanita yang membuatku tak mau lagi mencari pacar berkerudung. Kalian tahu kenapa? Karena aku selalu menganggap dia adalah wanita berkerudung yang paling baik, paling ideal. Tak akan pernah ada wanita berkerudung lain yang bisa menandingi Dina. Naïf memang, tapi begitulah adanya pikiranku tentang dia dan wanita berkerudung lainnya.

Tengah malam Dina sms. Mungkin sms perpisahan.

Apapun tentangmu, aku menyukaimu. Begitu pula saat kita di Bande Alit dulu. Aku menyukainya. Dan sering kali aku merindukannya. Bila rindu itu tiba, tanpa terasa menetes air mata. Dada ini sesak. Sampai saat inipun, yang kurasakan tetap sama tentangmu. Mungkinkah tanpa kusadari, aku sangat menyayangimu?

Seringkali juga aku mempertanyakan kesungguhanmu padaku. Tapi kau sering menghilang, dan tak pernah memberiku tanda-tanda tentang kesungguhanmu. Itulah yang membuatku tidak berani menaruh harapan berlebih padamu. Jika sudah begini, rasa kecewa yang ada…

Apakah selama ini kau juga merindukanku, sama seperti aku merindukanmu?

Selamanya tak akan kulupa. Sampai kapanpun. Masa kita berdua, termasuk kenangan paling indah di pantai. Tak akan bisa aku lupa. Jauh di lubuk hatiku, aku akan selalu mengenangmu dan merindukanmu.

Semoga kamu senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.

Semoga kamu juga bahagia Dina Safinah…

dscn9781

***

Sudah baca curhatan pria itu? Itu bukan kisah telenovela kawan. Itu benar adanya. Tanggal 25 April ini, pria itu akan datang pada resepsi pernikahan yang digelar besar-besaran di salah satu gedung mewah di Jember.

Tak usah bersedih kawan. Sebab kesedihan itu bikin kita terkungkung. Salamilah Dina dan Pengantin lelakinya. Jadilah pria yang jantan. Pria petualang akan selalu berusaha menjadi pria yang selalu menerima kenyataan. Jadilah “kapal” yang selalu berlayar tanpa harus berhenti karena “jangkar”…

Be strong!

Comments (12) »

Nama Saya Muhammad- Kus Nandar

“Nama saya Kusnandar, pake strip tapi. Jadi Kus-Nandar” seorang lelaki berumur awal 30-an itu mulai berbicara dengan artikulasi yang tidak jelas.
Saya mengenalnya saat saya mulai masuk ke Organisasi Pers Mahasiswa Tegalboto. Saat itu, waktu semua anak sedang menyimak pembekalan materi, pria ini duduk dengan khusyuk di pojokan ruangan.
Semula saya sangka dia adalah salah satu senior di Tegalboto. Namun saat saya mulai mengobrol, jelas sudah, dia bukan anggota di Tegalboto, apalagi senior.
“nama saya Nandar. Lengkapnya Muhammad Kus-Nandar, pake strip.” Kalimat perkenalan yang ramah itu selalu dia ulang saat bertemu dengan orang baru. Hal itu tetap dilakukannya meski dia sudah melakukan hal yang sama pada orang yang sama.
Entahlah, namanya selalu berubah sesuai dengan moodnya. Pernah suatu saat dia mengganti namanya menjadi Rhoma Kusnandar, tanpa strip antara Kus dan Nandar. Hal itu dilakukannya saat dia kembali menyukai sang raja dangdut yang dengan gagah menumpas penjahat dengan gitar yang digendong dalam film Ksatria Bergitar.
“Anu, itu, nama saya Rhoma Nandar. Saya itu ikut Tae Kwon Do. Saya bisa jurus elang, sama seperti Rhoma Irama”. Itulah kata-katanya seusai film Ksatria Bergitar usai. Namun tidak jelas, apa benar dia pernah ikut Tae Kwon Do. Tak jelas juga apakah jurus yang dipakai sang raja gitar itu jurus Elang apa bukan.
Cak Kandar. Begitulah saya dan semua anak-anak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) memanggilnya. Dia adalah sosok legendaris di PKM.
PKM ini adalah suatu kompleks dimana sekretariat-sekretariat UKM tingkat Universitas berkumpul. Ada Tegalboto yang organisasi pers. Ada USEF yang UKM bahasa Inggris. Ada pula KSR, korps sukarela Palang Merah Indonesia. Hingga UKM Kesenian yang keren abis.
Tak ada yang tahu dengan jelas kapan Cak Kandar mulai ada di PKM. Beberapa orang bilang, sejak dia SD, dia sudah mulai membantu membersihkan sampah dan daun-daun kering yang mengotori PKM.
Ada yang bilang, sejak revolusi mahasiswa tahun 1998 Cak Kandar sudah mulai aktif hadir di PKM, sering ikut rapat malah. Tak ada yang tahu dengan jelas tentang asal-usulnya yang sedikit misterius.
Tugas Cak Kandar sendiri tidak jelas. Kesehariannya hanya berkisar pada bangun pagi, bersihin sampah,  menyapu pelataran sekret, mengisi air di bak mandi dan hal tetek bengek lainnya.

dsc_1531-edit1

***

Tapi di suatu malam yang sedikit riuh dengan suara para anggota Tegalboto lainnya, saya mengobrol dengan Cak Kandar.
“Cak, sampeyan kapan lahirnya?” tanyaku sambil memainkan nada E pada gitar bolongku. Aku menyanyikan lagunya Superman Is Dead yang berjudul Lady Rose. Cak Kandar duduk di sebelahku sambil menghisap rokok illegal bermerk Gagak Hitam.
“Anu, itu, saya lahir tahun 78” jawabnya dengan artikulasi yang tampak seperti orang mabuk. Bicaranya ngebut, terlalu cepat hingga kadang-kadang kalimatnya tak dapat ditangkap oleh kuping dengan jelas. Orang Banjar menjuluki gaya bicara seperti ini dengan sebutan besosolen. Saya juga kadangkala berbicara seperti ini.
“tanggal ama bulannya Cak?” aku bertanya sambil tetap memainkan Lady Rose dengan khusyuk.
“itu, 2 Mei di Jember” dia menjawab sambil menoleh padaku. Tatapannya polos, seperti anak kecil.
“kamu dulu sekolah ta Cak?” aku penasaran dengan latar belakang pendidikannya. Dia sendiri bisa baca tulis dengan lancar. Bahkan beberapa kali dia menulis puisi di sembarang kertas.
“Anu, saya dulu sekolah di SD Muhammadiyah. Trus masuk SMP kelas 1 carturwulan II saya berhenti. Pelajarannya susah.” Jawab dia sambil menghembuskan asap nikotin yang dengan segera menggelitik hidung saya.

Saya jadi berpikir sendiri. Orang-orang seperti Cak Kandar ini rawan menjadi korban bullying. Gaya dia berbicara dan berjalan mengesankan Cak Kandar seperti orang yang terganggu mentalnya, meski tak begitu adanya. Mungkin hanya ada sedikit kelambatan proses berpikir dalam otaknya. Dan saya yakin, Cak Kandar sama sekali tidak idiot.
Hal ini dibuktikannya dengan mampu mengingat nama-nama orang dengan jelas. Dia ingat beberapa anggota Tegalboto angkatan awal, tahun 95-an. Saya sendiri kaget dengan kehebatan daya ingatnya ini.
Lalu dia bercerita dengan jelas soal pengalamannya pergi ke Bali bersama beberapa anggota UKM Kesenian.
“itu dulu saya pergi ke Bali. Tahun 2001. Saya, Mas Bagus dan Mas Uwul minum arak Bali dari panci.” Dia bercerita dengan semangat tentang pengalamannya pergi ke Bali dan minum arak bersama beberapa anggota UKM Kesenian. Dan dua nama orang yang disebutnya itu adalah anggota UKM Kesenian angkatan lama.
Saat di Tegalboto pun, dia masih mampu ingat nama Mas Apen. Mas Apen ini sendiri sudah beberapa tahun lulus kuliah dan meninggalkan Jember. Sempat kerja menjadi wartawan Jawa Pos, kini ia menjadi aktivis sebuah LSM. Mas Apen, gimana kabarmu?
Mungkin inilah bukti bahwa tuhan itu maha adil.  Saat Cak Kandar yang lemah dalam kemampuan berpikir dan berlogika, tuhan menganugerahkan daya ingat yang luar biasa pada Cak Kandar.
Percakapan saya harus terhenti karena Cak Kandar disuruh membeli rokok oleh Romdhi, anggota lama Tegalboto yang sekarang sukses menjadi fotografer.
“nanti disambung lagi Cak!” sahutku lantang saat dia sudah mulai menjauh.
“iya!” dia juga berteriak dengan semangat.

***

Saat itu tanggal 7 April 2009. Malam itu Romdhi baru datang dari Bali. Kebiasaan dia saat datang dari Bali adalah membawa oleh-oleh paling khas dari Bali, Arak Bali. Orang-orang menyebutnya Arak Api. Karena menurut orang yang pernah merasakan rasa Arak itu, saat minum, perut akan terasa panas seperti disulut api.
Romdhi sendiri sudah mengenal Cak Kandar sejak awal dia masuk kuliah pada pertengahan 2002. Sudah hampir 7 tahun.
Setelah menghabiskan waktu selama 6 tahun lebih dalam misinya merebut title Sarjana Sosial, waktunya sekarang dihabiskan dengan menjadi fotografer. Kebanyakan dia mendapat order memotret model dan pre-wedding. Kualitas fotonya sendiri memang mengagumkan. Tak kalah dengan fotografer ibu kota.
Romdhi juga sering keluar kota saat mendapat orderan pre-wedding. Seperti di Bali ini contohnya. Dan yang tak pernah absen saat Romdhi datang dari Bali adalah buah tangan berupa berbotol-botol arak bali. Sedap bukan?
Cak Kandar adalah peminum alcohol yang kuat.

Kesan itu yang saya tangkap saat Romdhi dan beberapa anggota Tegalboto angkatan lama minum arak Bali bersama Cak Kandar. Kalau gak salah, itu terjadi pada awal tahun 2008.
Hanya arak ukuran satu botol aqua  sedang saja yang diminum bareng. Saat itu ada Mas Apen, mas Wendra, Mas Lutfi, Cak Kandar dan Romdhi sendiri. Saya sendiri bukan peminum alcohol. Jadi saya hanya ikutan nimbrung saja.
Saat itu Cak Kandar “dikerjai” oleh Romdhi. Berkali-kali Romdhi bilang pada Cak Kandar kalau Romdhi sudah dapat giliran minum, tinggal Cak Kandar yang belum. Jadilah Cak Kandar harus berkali-kali minum, sedangkan teman minum yang lain hanya 2 atau 3 kali saja.
Namun hasilnya luar biasa. Romdhi yang pada akhirnya duel minum dengan Cak Kandar, harus terkapar lebih dahulu. Dia juga jackpot berkali-kali. Cak Kandar? Dia tetap segar bugar sembari terus menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama dengan lantang di tengah hening malam.
Sejak itu saya berpikir Cak Kandar adalah jagoan soal minum alcohol.
Namun di malam 7 April itu, teori saya harus runtuh dan sedikit di dekonstruksi. Cak Kandar akhirnya terkapar karena menenggak Arak Bali terlalu banyak.
Saat tahu Romdhi membawa arak, Cak Kandar sontak gembira. Tengah malam, dia datang ke secret Tegalboto. Romdhi sendiri sudah menunggu dari tadi.
Menunggu kesempatan mengerjadi Cak Kandar tepatnya.
Adegan satu tahun silam itu kembali terulang. Cak Kandar harus rela minum terus-terusan karena keluguannya.
Romdhi sendiri tidak minum arak api itu sama sekali. Hanya dia sesekali berpura-pura minum. Dia berakting seperti meminum dan mengeluarkan mimik muka kepahitan karena minum arak. Namun setelah itu, dia langsung menyodorkan sloki pada Cak Kandar.
Hal itu terjadi berulang kali sampai…
“sudah, saya gak kuat sudah…” Cak Kandar berkata dengan lirih dan suaranya makin berat akibat pengaruh alcohol.

dsc_1543-edit1

Tapi dasar orang iseng, si Romdhi malah terus memaksa Cak Kandar untuk terus minum.
“ayo Cak, masa gak kuat? Namamu ini sudah terkenal sampai mana-mana lho Cak. Terkenal sebagai peminum terkuat di Unej” goda si Romdhi dengan seringai yang licik. Aku hanya bisa ketawa melihat adegan itu.
“ini Nuran ini. Ayo minum” ajak Cak Kandar pada saya yang dari tadi ketawa terus.
“Saya kan gak minum Cak” sahutku dengan ketawa yang tak bisa berhenti.
Dan adegan itu pun terulang lagi. Cak Kandar dengan gagahnya terus minum arak yang rasanya seperti api itu. Tanpa terasa ¾ isi botol sudah kosong, masuk ke dalam perut Cak Kandar.
Alcohol itu lalu beraksi. Membuat kerja otak dan mulut tidak sinkron. Akibatnya, Cak Kandar mulai meracau. Kali ini tentang pengalaman seksnya.
“saya dulu anu, pernah “maen” ke Dolog” kata Cak Kandar dengan mantap. Dolog itu adalah satu kompleks prostitusi kelas bawah di Jember. Ada anekdot, saking murahnya harga vagina disana, bahkan bisa ditukar dengan sebungkus nasi.
“gimana rasanya Cak?” tanyaku memancing. Ah, rupanya saya sedang ingin usil malam ini.
“rasanya keri-keri gimana gitu!” katanya dengan tampang yang polos . Keri itu bahasa Jawa untuk geli.
Lalu dia meracau tentang awal mula dia merasakan seks. Waktu itu dia diajak para tukang becak di sekitar PKM yang sedang ingin melepaskan sperma. Jadilah Cak Kandar yang tak tahu apa-apa itu mengiyakan ajakan para tukang becak itu. Dan, pengalaman penetrasi sekaligus ejakulasinya yang pertama itu begitu melekat di benaknya, bahkan hingga sekarang.
“ah, saya gak kuat saya. Udah, berhenti saya” dia kembali mengerang karena sudah tak kuat menenggak cairan api itu.
Namun tangan Romdhi yang usil terus mendorong gelas pada mulut Cak Kandar.

dsc_1538-edit
“terakhir ini Cak, trus selese” kata si Romdhi dengan senyumnya yang lebar.
Dan setelah gelas terakhir itu, robohlah Cak Kandar. Kepalanya mendarat di bantal empuk yang ada di sebelahnya. Matanya separuh menutup. Pupilnya sudah mendongak ke atas. Tinggal bagian warna putih yang terlihat. Cak Kandar sudah tak sadar.
Namun, 15 menit kemudian, terdengar erangan dari mulut Cak Kandar.
“saya mau muntah. Saya muntah” dia kembali meracau, sambil merangkak menuju pintu. Saying seribu sayang, muntahnya sudah terlalu lama mengendap, dan tahan untuk segera keluar. Jadilah sedikit muntahan tumpah di karpet. Ah, pasti besok para wanita Tegalboto akan marah-marah.
Cak Kandar pun akhirnya berhasil keluar. Lalu tiba-tiba suasana menjadi hening. Tak ada suara muntah Cak Kandar. Aku pun sedikit ketakutan, takut Cak Kandar mati gara-gara overdosis alkohol.
Aku menengok ke depan. Rupanya Cak Kandar tertelungkup pasrah di dekat kolam ikan. Disamping tempat sampah tepatnya. Dia sudah tak kuat berdiri lagi, jadilah dia ambruk disana.

dsc_1549-edit
Sontak aku langsung berusaha membangunkan dia. “Cak, bangun Cak, ayo muntah dulu” kataku sambil berusaha membopong Cak Kandar. Romdhi sendiri hanya bisa ketawa-ketawa. Dasar!
Akhirnya aku urut bagian leher belakangnya. Dan keluarlah cairan berwarna kuning kental dari mulut Cak Kandar.

dsc_1542-edit

Giliran aku yang ingin iseng. Aku ambil sandalnya Romdhi, lalu aku taruh tepat di bawah mulut Cak Kandar. Jadilah muntahannya jatuh tepat di sandalnya Romdhi.
Setelah puas muntah, Cak Kandar langsung merangkak lagi menuju sekret. Dia langsung jatuh terkapar dengan mata seperti orang sedang trance.
Jagoan minum dan pria yang menguasai jurus elang ini akhirnya roboh. Tak kuat menahan serangan yang bernama tipu daya…

***

Sebelum saya memposting tulisan ini, saya ngopi di depan PKM. Ikut bersama saya, ada kawan-kawan Tegalboto macam Dyah, Aris dan Erwin. Tak lupa, the one and only Cak Kandar ikut juga bersama kita.
“itu, sekarang nama saya Muhammad strip Kus. Nandar-nya dipisah. Panggilannya Kandar” kembali suara ramah perkenalan itu meluncur dari mulut Cak Kandar. Namanya ganti lagi rupanya. Jadi sekarang, kalau ditulis, namanya adalah Muhammad – Kus Nandar.
Setelah menghabiskan segelas kopi tubruk, dia pulang ke sekret Tegalboto.
“Saya ngantuk. Mau tidur. Kamu gak tidur?” Tanya Cak Kandar pada saya. Saya menjawab kalau saya sedang menulis. Setelah mendengar jawaban itu, dia langsung menimpakan kepalanya pada bantal yang sama dengan bantal yang ditidurinya saat sedang mabuk arak Bali itu.
Kawan, perkenalkanlah temanku. Jadikanlah dia temanmu juga.
“nama saya Kandar. Nama lengkapnya Muhammad – Kus Nandar.” Tiba-tiba suara itu kembali terngiang pada telingaku. Mungkin dia juga akan mengatakan hal yang sama padamu nanti.

Comments (4) »

School Of Rock: When Everybody in the Class Start to Rocking

dscn9239

Ayat-Ayat Suci Itu…

Tidak, kisah ini bukan cerita tentang sebuah institusi kesenian di Jakarta yang kisahnya pernah ditulis dengan brilian oleh Wendi Putranto. Tapi ini kisahku saat aku harus mengajar bahasa inggris untuk anak kelas 3 SD di pelosok desa Pocangan kecamatan Sukowono.

Hari sabtu, seperti biasa, jadwalku di pagi hari selama KKN adalah mengajarkan bahasa inggris dasar untuk anak-anak SD di desa Pocangan. Hari itu aku mendapat jatah mengajar anak kelas 3. setelah minggu lalu aku mengajar anak kelas 6, dan kelas berakhir dengan perkelahian, aku berharap para anak kelas 3  ini tidak sebrutal dan seganas anak kelas 6.

Aku masuk kelas dengan mantap dan sok berwibawa. Di kelas sudah ada Ika – anak fakultas kedokteran dari Sragen yang selalu mengaku dia berasal dari Solo. Ada juga Choky – Koordinator desa yang juga berasal dari fakultas kedokteran, ssstttt, dia punya adik yang cantik. Lalu ada si Lukman – mahasiswa akademi keperawatan, yang merupakan satun-satunya lelaki yang layak untuk dipandang di kelompok kita selain choky

“sampai mana pelajaran kalian?” aku bertanya dengan suara diberat-beratkan. Lalu seorang anak mengeluarkan buku LKS yang masih bagus – tanda bahwa buku ini jarang disentuh. Dengan sedikit membaca, aku sudah malas mau mengajar. Isi bukunya sendiri tipikal buku-buku anak SD yang selalu sama dan membosankan.

Lalu muncul ide gila di kepalaku.

“gimana kalau kita menyanyi aja?” kataku lantang di depan kelas.

”iya kak, iya kak, kakak ganteng deh!” riuh rendah kalimat itu segera terdengar dari seluruh penjuru kelas. Uhm, oke, kata-kata bahwa aku ganteng itu memang fiksi belaka. Jangan dianggap serius kawan.

”mau nyanyi apa kita hari ini?” tanyaku lagi. Dengan polos anak-anak berumur 10 tahunan ini menyebutkan beberapa band sesat pemuja cinta. Sebut saja dari yang paling norak, ST 12. lalu ada band yang paling sering dihujat, Kangen Band. Hingga band pop jebolan salah satu ajang pencarian band berbakat, D’Masiv.

Fuck! Why this should happen to me? Gimme a break! Adik-adikku, kalian sudah terlalu lama menjadi domba yang tersesat. Biar kakak Nuran yang akan membawa kalian ke jalan kebenaran, way of rock!

Lalu aku mengambil sebatang kapur yang sudah berbentuk mirip ujung penis. Aku menuliskan dua baris lirik.


Hey hey mamma, said the way you move
Gonna make you swept, gonna make you groove!

Tahukah kalian apa judul lagu itu? Sambutlah Black Dog, lagu  nominasi pengganti lagu kebangsaan kita Indonesia Raya.

Dan ya, aku mengajari mereka lagu Black Dog, gimana cara menyanyinya hingga memberi mereka sedikit propaganda

“kalian jangan terlalu banyak mendengarkan ST 12 atau Kangen Band, itu bisa bikin otak kalian menjadi rusak, dan kalian akan menjadi bodoh selamanya!” aku berbicara lantang di depan kelas. Dan ya, mereka percaya itu semua. Untuk lebih meyakinkan mereka tentang kebenaran hipotesa jeniusku itu, aku mengorbankan Ika

“kalau gak percaya, coba tanya mbak Ika. Dia itu bu dokter, pasti tau hal apa yang merusak otak” imbuhku tolol. Dan Ika yang aku jadikan senjata hanya bisa menganggukkan kepala dengan lemah.

Kalau kalian berpikir kelas sudah usai, maka kalian salah besar! Salah besar! Karena sesaat seusai kelas rock itu selesai, aku bertanya pada murid-muridku yang kubanggakan itu

”kalau sabtu kalian pulang jam berapa?” aku bertanya pada seluruh kelas. Dan seluruh kelas pun  kompak menjawab

”jam 12 kaaaaakkkk!”

Wow, itu masih 2 jam lagi saudara. Kalau anda bercinta selama 2 jam, maka anda akan merasakan kesemutan lalu pinggang anda kram karena terlalu lama menggoyang, dan anda akan menghabiskan sisa hari itu berada di atas tubuh pasangan anda. Itu merupakan waktu yang lama. Lalu sisi gak warasku muncul lagi.

”gimana kalau sekarang kita pulang aja? Kalian ganti baju, lalu aku tunggu di balai desa. Kita mancing dan mandi di sungai aja. Gimana, setuju gak?” tanyaku dengan tingkat menyesatkan sedemikian rupa. Namanya juga anak-anak, kalau diajak melakukan sesuatu yang menyenangkan, pasti kita bisa menduga jawabannya

“iyaaaaa kaaaaaakkkk, mandi di sungai aja yuuuuukkkk!!!!” teriak mereka kompak. Dan jadilah tepat jam 10 pagi aku bubarkan kelas dan segera pergi menuju sungai meninggalkan guru mereka yang terbengong-bengong menyaksikan murid-muridnya yang  berhamburan pulang….

Note: Buat para murid-muridku di SDN Pocangan, jadilah kalian anak-anak yang berbeda. jadilah kalian ana-anak yang berani. sebab tuhan bersama orang-orang yang berani

Comments (4) »

Saya Menulis Untuk Jakartabeat.net

Gila! berawal dari ngobrol soal musik, saya ditawarin menjadi kontributor untuk sebuah website humaniora oleh sang pemilik web, Philip Vermonte.

Sebenarnya saya rada sungkan juga untuk nulis disana, karena pas saya liat nama-nama kontributornya, saya jadi minder sendiri. Ada nama mas Wendi Putranto, Coen Pontoh, Novi Rianti Yusuf, Ulil Abshar Abdalla, sampai Laksmi Pamuntjak. Gimana saya gak minder coba? Dengan gaya penulisan saya yang bohemian, mana mungkin tulisan saya bisa dibandingkan dengan tulisan-tulisan  “gila” mereka…

“justru karena gayamu yang bohemian, saya undang kamu nulis” kalimat itu tiba-tiba membesarkan hati saya. itu adalah kalimat dari mas Philip. Dan ya, saya sekarang sudah tidak minder lagi, malah saya bangga telah berhasil nulis di jakartabeat. Itu berarti saya harus meningkatkan kemampuan menulis saya dan harus banyak belajar.

situs jakartabeat sendiri dapat diakses lewat daftar blog di sebelah kanan tulisan ini…

semangat!!!

Note: terima kasih tak terhingga buat Mas Philip Vermonte yang sudah memberi saya kepercayaan yang tak ternilai harganya 🙂

Comments (2) »

Ada apa dengan WordPress?

ah taik!

jancuk!

frustasi aku mau ngaplot nih blog!

arggghhhhhh!!!!!!

apa pindah blog aja ya?

Comments (1) »

Manusia dan Lensa Kehidupan

Manusia memang selalu menjadi objek foto yang menarik. hal ini yang coba Andrey Gromico, seorang fotografer jomblo dari Tegalboto, tangkap. mengambil setting di tempat pembuangan sampah di daerah Pakusari, dia mencoba membingkai kehidupan ala pemulung yang sering diasosiasikan sebagai orang buangan dan orang yang cinta sampah. tapi foto memang memiliki ribuan makna. silahkan tangkap sendiri makna yang tersembunyi di foto-foto ini…

Kasih Seorang Ibu
Menunjuk Masa Depan
Melepas Lelah
Oh Nasibku…

Comments (2) »

Umur dan Kematian…

    Umur manusia memang tak dapat ditebak. Itu adalah rahasia tuhan selain jodoh… kapan kematian, kita tidak bisa memprediksikan. Andai orang tahu kapan dia mati, pastilah Sid Vicious, Jim Morrison atau Janis Joplin bakalan bertaubat dulu sebelum meninggal…

       Menurut  Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad, seorang sufi dan ulama terkenal, umur seseorang dibagi menjadi

  1. Masa perpindahannya sejak pertama dalam tulang sulbi para ayah dan rahim para ibu sebelum dilahirkan.
  2. Masa kehidupan di dunia sejak ia dilahirkan dan diwafatkan oleh Allah SWT.
  3. Masa tinggal di alam Barzah sejak wafat hingga dibangkitkan kembali.
  4. Masa tinggal di padang Mahsyar sejak dibangkitkan hingga diputuskan amalnya oleh Allah SWT.
  5. Masa kehidupan di alam yang kekal dalam kenikmatan surga atau dalam kepedihan neraka.

    Entah apa yang mau aku tulis disini. Aku hanya merenung. Betapa cepat terkadang tuhan memanggil “kekasihnya” kembali disampingnya.

    Aku jadi merenung… saat aku dipanggil nanti, apakah amalanku sudah cukup untuk mengadap padaNya? Apakah dosaku terlalu berat sehingga nantinya aku bakalan langsung dicemplungkan ke neraka tanpa dihizab? Wallahualam, semua adalah rahasiaNya…

 
Tulisan ini didedikasikan buat Lukman, seorang sahabat dari SD Alfurqan yang tak lama ini telah dipanggil menghadap sang khalik dalam usia yang sangat muda. Dia bahkan belum menikah…

 

 

 

Kenangan indah sewaktu reuni SD bersama para sahabat masa kecil. Lukman dengan baju merahnya terlihat gagah…

juga buat Taufik, seorang teman yang tak terasa udah hampir 8 tahun semenjak dia meninggal tertabrak kereta api saat membolos… juga buat semua teman yang meninggal dunia begitu cepat… Janis Joplin, Hide, Jimi Hendrix, Kurt Cobain, Jim Morrison, Freddie Mercury, semua legenda yang meninggalkan dunia ini terlalu cepat…

Dan juga buat aku sendiri, agar aku ingat umur dan ingat bahwa kematian bisa datang kapan saja. Agar aku bisa menjadi mahluk yang lebih ingat padaNya…

Selamat jalan Lukman, sahabatku… semoga kau tenang disisiNya…

Amin…

Comments (1) »